Mata, mata adalah panca indra tempat melihat, dengan mata kita dapat melihat berbagai jenis warna. Dengan mata kita dapat melihat tinggi rendah, jauh dekat, matahari bulan dan bintang. Daratan, langit dan lautan lengkap beserta isi kebaikan dan keburukan kehidupan.

Telinga, telinga adalah panca indra tempat mendengar. Lewat telinga kita mendengar berbagai macam bunyi-bunyian; bunyi merdu, nyaring,  melengking dan berdentum. Lewat telinga kita mendengar berbagai macam suara; suara tangisan, tertawa, bernyanyi dan teriakan bisikan-bisikan yang jahat atau pun yang baik sekaligus.

Hidung, hidung adalah panca indra untuk mencium bau, dengan hidung kita bisa menebak bau. Bau harum, apek, amis dan bau busuk.

Lidah, adalah indra pengecap, lewat lidah kita bisa mengecap berbagai rasa manis, pahit, asam dan asin. Lewat lidah kita bisa merasakan jenis rasa yang baik dan buruk sekalipun.

Kulit, kulit adalah indra praba, praba rangsangan, temperatur suhu. Sentuhan lembut dan kasar. Tekanan pelan dan kuat. Tekstur. Rasa panas, dingin, nyeri dan rasa sakit.

Panca indra adalah anugrah, biar bagaimana pun di dunia mana pun tak akan pernah ada pabriknya untuk membuat alat panca indra kecuali pembuatan alat bantunya. Maka bagaimana kita kadang lupa untuk menyebut ini adalah anugrah besar. Dengan ke lima indra yang ada pada badan kita ini, kita bisa melihat indahnya dunia, indahnya kehidupan bahkan keburukannya sekaligus. Bahkan jika kelima indra mengalami satu kekurangan.
Misalkan kita memiliki mata yang buta setidaknya kita tidak pernah melihat sisi lain buruknya kehidupan.

Orang yang memiliki keterbatasan dalam mendengar dengan keterbatasan mendengarnya setidaknya tidak mudah mendengar bisikan-bisikan suara yang jahat.

Hidung sebagai indra pencium rasanya tidak akan pernah salah mencium karena jarang sekali orang memiliki kekurangan dalam indra penciuman sama seperti lidah sebagai indra pengecap dimana  jarang sekali orang memiliki kekurangan dalam salah menilai mana rasa asin dan mana rasa pedas kecuali orang yang menyukai selera pedas, orang-orang seperti itu memiliki kegilaan pada rasa pedas.

 Kulit, dalam indra praba juga jarang sekali orang yang memiliki kekurangan dalam menilai mana rasa gatal atau mana rasa nyeri. Yang paling umum dan paling vital dalam ke lima indra adalah kekurangan fisik dalam mata sebagai indra penglihatan dan telinga sebagai indra pendengaran. Kedua indra ini seakan sangat berpengaruh. Namun sesungguhnya bukan indra mata dan telinga yang paling vital, kadang kala kita lupa bahwa yang paling vital dan menentukan dalam rongga fisik kita adalah hati dan pikiran, akal atau otak.

Ke lima indra itu adalah semacam alat penangkap kemudian bermuara pada akal, pikiran atau otak. Di serap, di saring, di timang-timang kemudian turun ke hati untuk mengijinkan berucap atau bertindak. Kita memiliki tangan, memiliki kaki dan bulu mata yang selalu berkedip serta rongga dada yang selalu bergerak kembung kempis karena tekanan nafas yang selalu keluar masuk ke dalam paru-paru dan degup jantung. Namun sesungguhnya itu hanyalah gerakan individu, gerakan pribadi dan sebagai mahluk sosial dari gerakan individu tadi secara langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada orang lain bahkan untuk orang banyak.

Seorang anak muda yang tidak memiliki pekerjaan dan kerjaannya hanya banyak makan tidur meski itu urusan pribadi lama-kelamaan akan memberikan rasa tidak nyaman pada keluarganya, tetangga dan lingkungan sosial terdekatnya. Yang sering terlihat di muka umum, para figur publik atau seorang pejabat misalkan memiliki kelakuan buruk dan memiliki kegemaran menggelapkan uang amanah untuk kepentingan pribadi, efeknya akan terasa pada kehidupan sosial bermasyarakat.

Ada sebagian orang-orang yang sepanjang harinya dari subuh sampai subuh lagi menggunakan hatinya kemudian ke pikiran, ada yang menggunakan pikiran terlebih dahulu kemudian ke hati. Ada yang menggunakannya secara bersamaan. ada juga yang tidak menggunakan hati dan pikirannya sama sekali. Hati dan pikirannya sudah mati, orang-orang seperti itu lebih gila dari pada orang gila.

Ada orang yang menggunakan hati kemudian ke pikirannya atau menggunakan pikirannya terlebih dahulu kemudian ke hati atau menggunakan hati dan pikirannya secara bersamaan kemudian menjadi pahlawan untuk orang banyak atau setidaknya menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri.

Aku sebagai penggemar berat klub sepak bola asal Inggris, Liverpool FC sangat terkejut ketika suatu hari dulu membaca judul dari sebuah artikel salah satu media online. "Gerrard Memang Tidak Pernah Bermain dengan Otaknya". Tentunya selama bermain di liverpool dan bertanding di lapangan steven gerrard bukan sama sekali tidak bermain dengan otaknya atau otaknya tumpul tapi dalam bermain di lapangan steven gerrard lebih mengedepankan hati, lebih mengedepankan emosi. Masuk ke akademi Liverpool sejak usia kanak-kanak dan membela Liverpool selama 17 tahun di tim senior bagaimana tidak menempatkan perasaan yang utama, penjelasan lengkapnya ada di artikel terkait:

http://m.panditfootball.com/cerita/174852/ABI/150326/gerrard-memang-tidak-pernah-bermain-dengan-otaknya

Apa yang di lakukan steven gerrard sama dengan yang di lakukan kiper senior Persela Lamongan, choirul huda bermain di tim Lamongan dan tetap setia selama 18 tahun sebagai one man club. Beliau adalah tipe pesepak bola yang lebih mengedepankan kesetian pada tim kota kelahirannya. Hatinya, pikirannya sangat sabar, suka duka, pahit manis berbelas tahun bersama tim Persela Lamongan. Dalam Hati dan pikirannya seolah-olah tidak pernah terlintas untuk berpindah ke tim lain. Beliau adalah putra daerah yang tetap setia pada daerah kelahirannya. Mengagumkan !

Semoga musibah yang terjadi pada kiper legendaris Lamongan itu hanya sekelebat awan kelabu kemudian lenyap lagi. Kelabu dari penunjang fisik dan non fisik, Kelabu dari sarana dan prasarana dan inprastuktur di persepak bolaan indonesia. Liverpool FC, Liga Inggris dan Eropa pernah belajar dari tragedi Heysel dan  Hillsborough kemudian membuka hati dan pikiran semua prangkat sepak bola di benua biru itu bagaimana caranya agar menjadi lebih mapan. Mapan dari sarana dan prasarana, inspatruktur penunjang, teknik berlatih dan teknik bermain dan tentu tunjangan keuangan dan jaminan keamanan bagi penonton di dalam dan di luar stadion dll. Harapan itu ada dan di gantungkan paling tinggi pada PSSI dan kemenpora untuk mengomandoinya. Semoga.

Sering aku miris ketika melihat sepak bola Indonesia, olah raga yang sangat populer dan seharusnya menjadi tumpahan tangis kebahagian dan kebanggaan berubah menjadi tangis kesedihan, kekecewaan dan tumpahan darah. Meski berusaha untuk tidak melihat tapi sering mendengar sepak bola yang seharusnya menjadi teriakan kesenangan dan kegembiraan tapi masih sering berubah menjadi teriakan amarah di dalam dan luar lapangan.

Bau sepak bola yang seperti itu tentu membuat aroma ketidak nyamanan kemana-mana.

Harapan yang di gantungkan itu tentu tak akan berbuah dalam semalam, tidak akan seperti mengecap buah cabai dan saat itu pula terasa pedasnya di lidah kemudian mengucurkan keringat kesenangan dan kesehatan dan bukan cibiran air liur kekecewaan.

Tapi yang pasti benturan fisik antar pemain di lapangan adalah sesuatu yang pasti terjadi, sering dan akan selalu terulang. Hanya pola dan tingkatannya yang berbeda-beda. Meski di lengkapi perlengkapan fisik yang memadai dan melindungi, kecelakaan adalah kenyataan yang pasti terjadi dan tidak dapat di hindari pada bidang olah raga apapun. Tapi di sepak bola Eropa para pemain seperti telah memiliki tehnik menghindari benturan keras ketika sedang bermain di lapangan. Para penonton pun sudah rapih berduyun-duyun ke stadion. Mereka sangat enak di lihat dan di dengar. Bukan hanya terlihat fisik stadion yang megah.

Advertisement

Next
Posting Lebih Baru
Previous
This is the last post.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top